MATI SEPERTI PUISI
aku tak pernah sampai ke hulu untuk mencari
ruang isterah bagi kepenatan yang datang merejang
gelombang yang kuanggap pemandu sampanku
ternyata telah menyudutkan aku ke arah entah
ibu, rentangan cakrawala adalah kasih sayangmu
tapi mungkin kelak aku hanya tinggal sebagai
kepompong kering di dalam tabung waktu. percuma
aku berteriak jika badai lebih kuat
dari pekikanku sendiri
tak ada sesaji lagi bagi kepenatanku ini kali
tapi doamu begitu pasti memberi jalan lapang
ke arah yang teduh meski pada akhirnya
semua bendera harus aku cabut dari atas
ubun-ubunku. sehingga aku tak merasa bersalah
jika aku ingin mati seperti puisi
yang tak pernah dipahami oleh siapapun.
Jakarta, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar