Kamis, 09 Juni 2011

just published last week

Puisi : Gita Nuari


SEBUAH CATATAN


setelah yang ada tiada

aku baru mulai merasakan betapa hidup

adalah sebuah pergerakan. seperti angin

di kamarmu, datang mendinginkan dirimu

pergi memanaskan hatimu


meski kau dapat bernyanyi

tapi untuk siapa lagu itu

lelaki yang terpuruk di ujung jalan

barangkali ia penyebab engkau mengurung diri

di antara ada dan tiada

dan kau ingin menjelma jadi sebuah legenda

bagi masa seratus tahun ke depan

untuk dicatat, dilegendakan kembali

sebagai perempuan pendongeng bagi

para lelaki hidung belang


dan tanganmu yang berlumpur itu

menggambarkan sebuah peta pikiran yang

kusut. juga cincin di jarimu yang kau bilang

dari lelaki yang nekat mengikatmu

adalah janji semu yang mungkin akan terbakar

saat ia terkapar di atas ranjang milik

wanita lain


ya, mungkin aku takkan hadir

saat engkau merindukan sebuah taman

yang dapat membalut tubuhmu dari kepungan asap

yang memerihkan mata. tapi jalanmu telah mati

juga arah yang menuju taman itu telah tertutup

ilalang. dan kau tak mungkin menyibaknya dengan

tanganmu yang berlumpur itu, yang tiba-tiba

mengeras seperti batu


aku akan membiarkanmu lagi

sampai kau kembali jadi sebuah mimpi

yang kerap muncul dalam tidurku

membawa ranting kering dimana pada tangkainya

menggelantung bangkai pikiranku

yang tak sudi kau dengar sebelumnya.

Depok, 2011


MATAHARI DI JARI MANISMU


aku melihat di jari manismu matahari melingkar

seperti akar kehidupan yang dirindukan para

pecundang. tapi kau meninggalkan perahumu

begitu saja tanpa ikutan atau tonggak di pantai


pelangi menyepuh rambutmu. anak-anak mengarak

obor di jalan raya, membentuk iring-iringan

seperti burung bangau di atas awan nan kering

seperti mencari keabadian di antara belukar hidup

yang bergelombang


kuaminkan setiap langkah. kota-kota yang tergerus

di wilayah yang tandus mengulum wajah-wajah letih

biarlah keringatku menjadi lembaran surat

agar langkah tetap kembali ke rumah.

Depok, 2011


MENUAI BAYANGANMU


aku menuai bayanganmu dari dinding

pintu sampai ujung sungai. tak betah lagi aku

sebagai busa yang hanya bisa menyimpan

bayangmu sekejap. berilah aku langit sepotong

agar aku punya awan. berilah aku laut sepotong

agar aku punya gelombang


kini aku telah jadi tangkai di halaman

rumahmu. terayun-ayun oleh tingkah burung-

burung liar. aku ingin tertanam di dadamu

dengan air sungai yang terus mengalir

dari pori-porimu

maka aku akan tumbuh selalu di tubuhmu.

Depok, 2011


SEEKOR KUPU KUPU


seekor kupu-kupu terperangkap

di dalam komputer menabraki dinding monitor.

segelas kopi menyulap pagi jadi hitam,

seperti rambutmu yang engkau geraikan ke udara.


jam 9 aku harus ke rumah sakit, katamu. menjenguk orang-orang

yang kehilangan matahari.

aku titip slang infus dan oksigen.

jiwa ini begitu pengap

oleh propaganda kepalsuan, kataku.


langkahmu di teras tanpa jejak.

begitu cepat kehilangan bayang. kehadiran sering sungsang.

kopi hitam dalam gelas mengapungkan aroma gamang.

jalan-jalan dilintasi para pelayat nasib.

mereka meneriaki mimpinya

yang terbakar semalam.


sudah dapatkah slang infus

untuk jiwaku yang ikut terjebak di dalam komputer

kehidupan yang rancu ini?

Depok, 2011


source link here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar