Kamis, 01 Desember 2011
WIN Clockwork Prince Audiobook & SIGNED head shots from Ed Westwick & Heather Lind
WORDISME : Menulis untuk hidup, dan menghidupkan
Selasa, 29 November 2011
CLOCKWORK PRINCE WALMART EDITION GIVEAWAY
Sabtu, 29 Oktober 2011
THE MORTAL INSTRUMENTS - The Next King of YA Fantasy Franchise
Mampir ke blog sendiri dan baru sadar sudah lama banget nggak update blog, artinya belum bisa dibilang blogger nih. Blogger sewaktu-waktu, mungkin itu yang cocok.
Kali ini mau ngobrolin buku YA (Young Adult) fantasy favoritku yang luar biasa, KILL IT atau KICK BUTT deh istilahnya :D Setelah Harry Potter habis masa kejayaannya (meski namanya tetap harum sepanjang masa), alias buku sudah terbit semua, film pun sudah final – lalu ada Twilight yang juga hampir habis masa ‘tayang’nya karena buku sudah tamat, film tinggal dua yang terakhir (Breaking Dawn Part I dan II), kira-kira serial buku fantasy apa nih yang bisa menempati tempat kehormatan menggantikan kedua franchise itu?
Maret nanti akan hadir film yang diramalkan akan menjadi salah satu raja franchise YA selanjutnya, yaitu The Hunger Games karya Suzanne Collins. Saya sudah membaca trilogy The Hunger Games, dan review 5 bintang untuk buku ini, untuk penjabaran arena Hunger Games yang luar biasa, kisah para peserta untuk bertahan hidup di dalam arena yang dituliskan dengan mendetail dan fantastis, lengkap dengan intrik keluarga, persahabatan, dan kisah cinta tak berbalas yang menggugah hati (ya, menurut saya Katniss Everdeen tidak pernah benar-benar mencintai Peeta Mellark). Tapi kekurangan dari buku ini adalah, kisah berulang tentang arena Hunger Games di buku kedua tanpa ada sesuatu yang ‘baru’ dan bahkan perang dan konflik politik di buku ketiga cenderung tidak menarik hati para remaja (yang merupakan target pasar buku YA fantasy). Kita tunggu saja jika filmnya berhasil mengadaptasi bukunya dengan lebih baik, apalagi kehadiran Jennifer Lawrance (Katniss) dan Josh Hutcherson (Peeta) yang menurut saya adalah perfect cast!
Nah mengambil kekurangan-kekurangan dari trilogy Hunger Games, ada buku yang menurut saya SEMPURNA dari segala aspek, yaitu THE MORTAL INSTRUMENTS karya Cassandra Clare. Istilahnya, buku ini adalah paket komplit dari semua pecinta YA fantasy, karena membahas Penghuni Dunia Bawah yaitu bangsa vampir, warlock, manusia serigala dan peri. Protagonis dari buku ini adalah bangsa Nephilim atau yang disebut Pemburu Bayangan, mereka adalah polisi bagi para Penghuni Dunia Bawah dan pembasmi iblis, dengan tujuan untuk menjaga kedamaian dunia.
Kalau ada review book bisa dirating 10, 10 deh buat THE MORTAL INSTRUMENTS. Dari konflik keluarga, teman, percintaan, orangtua, semuanya ada disini. Diceritakan dengan alur cepat dan menanjak, bikin kita tidak mampu meletakkan buku ini sampai halaman terakhir habis dibaca. Award yang didapat THE MORTAL INSTRUMENTS pun bejibun dari seluruh dunia, termasuk prestasi #1 New York Times Bestsellers untuk hampir semua bukunya, yang didapat tidak lama setelah tanggal rilis buku.
THE MORTAL INSTRUMENTS ternyata memiliki saudara, yaitu prekuelnya yakni THE INFERNAL DEVICES, yang masih menceritakan tentang Pemburu Bayangan namun menariknya bersetting London di era Victoria.
I wont talk much about this book, you should read it so you can agree with me. Highly recommended and satisfaction guarantee!
Baca yah, kalau nggak kamu termasuk golongan orang-orang merugi :p
Jangan lupa juga gabung di The Mortal Instruments Indonesia www.mortalinstrumentsind.grou.ps dan follow twitternya @TMIndo
Kamis, 28 Juli 2011
ADAM LAMBERT IN A BOTTLE
Mumpung lagi di KL, Trias sepupu saya mengingatkan agar kami mencari air minum kemasan dalam botol bergambar Adam Lambert, yang hanya beredar di Malaysia. Kami tahu tentang air minum Adam Lambert ini dari tweetnya @SG_Glamberts, fans club Adam yang berada di Singapore. Penasaran kok bisa ada botol air minum yang ada gambar Adam-nya, kami pun browsing internet tentang keberadaan air minum Adam ini.
(Catatan : ini bukan blog berbayar loh, sampai promosiin merk air mineral dalam kemasan hehe)
Ternyata oh ternyata, definisi sesungguhnya dari botol unik ini adalah : a magazine on a bottled water! Atau bisa diartikan sebagai majalah dalam kemasan air minum botolan kali yah. Jadi, entah air minumnya yang bermerek Molecule atau majalahnya tuh yang bernama Molecule, saya juga bingung.
Ini dia gambar penampakannya.
Jadi, jika cover minuman ini kita kelet (ya ampun bahasanya hihi), ada majalah di dalamnya. Saya sendiri nggak tertarik untuk buka covernya, berat ke Adam-nya sih :p Tapi sumpah ya, Molecule ini inovatif dan unik banget. Ide bisnisnya brilian. Karena sbb:
- Siapa coba, yang nggak milih air mineral yang ada tampang Adam Lambert-nya di supermarket? Sementara yang lain-lain cuma bergambar pegunungan yang membosankan itu?
- Pastinya lebih milih air minum yang ada gratis majalahnya dong. Apalagi kalau di dalam majalahnya banyak kuis? (para kuis hunter pasti setuju)
- Majalah ini tidak memasang informasi edisi keberapa di covernya, jadi nggak ada kata basi buat beli majalahnya. Kecuali memang udah basi beneran tuh air mineral di dalamnya (expired)
- Menggerakkan para remaja untuk hidup sehat dengan minum air mineral. Kenapa para remaja? Pastilah target konsumen untuk produk ini para ABG, karena cover artis-nya itu loh
Oh ya, botol edisi Adam Lambert ini baru edisi yang kedua. Molecule ini terbit bulanan, jadi produk ini tergolong baru di Malaysia, karena pastinya baru berjalan dua bulan. Edisi pertamanya adalah Leona Lewis yang ada di cover. Satu nih yang kurang dipikirkan Molecule. Kalau saya yang punya, pastinya bakal saya sering-sering pasang tampang Justin Bieber di cover Molecule, atau minimal artis Korean Pop. Dijamin diserbu ABG Jakarta deh, yang sama noraknya sama saya (demen sama botol bergambar artis huahaaa..)
i met the hottest photograper alive, NIGEL BARKER, in person!
Nigel Barker sedang berada di Malaysia weekend itu, karena sedang mempromosikan bukunya yang berjudul Beauty Equation, selain juga mengadakan workshop fotografi di Langkawi. Book Signing buku Nigel Barker ini diadakan di toko buku Kinokuniya, Suria KLCC pukul 5pm. Jadi, beranjaklah kami bertiga (saya, Trias dan Su) menuju Kinokuniya. Daripada kerjanya di KL nonton bioskop aja, pasti seru bisa ketemu fotografer terkenal yang selama ini cuma bisa dilihat lewat TV.
Nggak ngaret sedikit pun, Nigel memasuki Kinokuniya pukul 5 tepat. Anehnya, lewat pintu depan lagi! Di Jakarta nggak mungkin nih, ada seleb nggak diumpetin lewat pintu belakang, atau lift barang (LOL). Kami bertiga nggak berdiri dalam antrian untuk book signing dengan Nigel, melainkan berada di depan meja signing Nigel persis, yang cuma diberi garis pembatas, dengan jarak antara meja dan garis pembatas hanya 1 meter! Ini pula yang beda dengan di Jakarta. Kalau di Jakarta sekuritinya pasti sudah ngusir-ngusir fans yang berada di luar antrian (dengan kata lain = nggak beli buku), di sana kita nggak diusir-usir tuh. Bahkan tidak ada larangan untuk foto Nigel, meski kita nggak beli buku dan hanya berdiri di depan meja-nya, aneh ya? Oh ya, kenapa kita nggak beli buku (kalo dipikir-pikir agak nyesel juga sih), karena bukunya tergolong mahal (RM 70) dan uang saku kita pas-pasan (maksudnya sisanya pas untuk beli tas Vincci idaman :p). Dalam hati juga cari pembelaan, nggak terlalu ngefans sama Nigel Barker ini, bisa lihat langsung aja udah senang.
Nigel Barker sendiri bisa digambarkan sangat tampan, tinggi tegap dan berkharisma (apa coba?). Dia memakai jas hitam lengkap dengan dasi, formal banget pokoknya. Sebelum mulai bagikan tanda tangan, Nigel menyempatkan diri menyapa semua orang yang datang dan menyampaikan kegembiraannya bisa sampai di Kuala Lumpur. Pas dia nyebut Kuala Lumpur, baru sadar tuh, kalau saya lagi nggak di Jakarta, hahaa... Satu lagi yang saya paling ingat dari speech pendek-nya Nigel adalah, “you dont have to be a model to feel beautiful. it is so much better, when you’re beautiful because you’re a role model.” Wow, such a nice speech, Nigel!
Berikut adalah foto-foto yang berhasil di ambil di acara book signing sore itu.
Tontonlah Film Sampai Ke Negeri Seberang
Suria atau biasa dipanggil Su adalah teman yang saya kenal sejak awal tahun 2010—cukup baru. Perkenalannya pun terjadi lewat dunia maya atau tepatnya Facebook. Kami adalah sisa-sisa fans The Moffatts yang berkumpul di Facebook, mengobrol saat salah satu keluarga Moffatt mengupdate status atau mengupload foto. Akibat keseringan mengobrol, kami makin dekat dan tak disangka pertemanan di dunia maya akhirnya bisa berlanjut ke dunia nyata. Setiap kali saya mengunjungi KL, tak lupa saya menemui Su untuk hang out bareng. This is very bizzare yet cool friendship, i think.
Kebetulan di dalam negeri sedang kisruh film impor (recommended : follow @Ilham_Bintang untuk kultwit skandal film impor yang menggemparkan), dan Harry Potter 7 part 2 belum juga tayang—agenda hang out diKuala Lumpur kali ini tak lain dan tak bukan adalah nonton Harry Potter.
Landing di LCCT pukul 12.30pm, saya dan Trias langsung menumpang Sky Bus ke KL Central (biaya RM 9) dan dari KL Central naik KL Monorail untuk kemudian turun di stasiun Bukit Bintang. Hostel yang kami pilih kali ini benar-benar strategis dan sangat kami rekomendasikan, yaitu Paradiso Bed n Breakfast. Lokasinya berada tepat di seberang stasiun Bukit Bintang, di atas restoran A&W dan di sebelahnya ada McDonalds. Dan yah.. inilah penyebab kamar kami agak-agak berbau burger dan french fries, dan bikin lapar terus (LOL). Kamar kami adalah Twin Private Shared Bedroom dengan tarif RM 80 per malam. Selain strategis, tempatnya bersih, free WiFi, free breakfast (roti bakar, selai, butter, teh, kopi, orange juice)—tidak mengecewakan.
Su sudah memesankan kami tiket nonton Harry Potter sore itu jauh-jauh hari, karena kuatir sold out. Benar aja sih, semua kursi terisi penuh. Kami menonton di GSC KL Pavilion, yang suprisingly lokasinya sangat dekat dengan hostel kami. Hanya perlu menyebrang jalan lalu jalan lurus sekitar 200m, sampai deh J Tiket nonton di GCS Pavilion ini RM 14 per orang atau sekitar Rp. 40.000,-. Su bilang KL Pavilion ini mal paling luxury di KL, mungkin sejenis Grand Indonesia. Jadi bisa dibilang tiket nonton di KL masih lebih murah dibanding Jakarta, karena tiket nonton di GI, PS atau mal sejenis untuk weekend pastinya minimum Rp. 50.000,-. Yang lucu, harga tiket nonton di KL bisa berbeda loh meski diputar di bioskop yang sama. Karena bioskop memasang harga tiket yang tinggi jika film-nya bagus. Jadi film selain Harry Potter, tiketnya cukup RM 11 saja.
di Jakarta nggak pernah ambil foto norak ky gini nih :p
Sebelum nonton kita pun bernarsis ria, foto di depan poster film HP7 part 2, dengan tulisan NOW PLAYING di atasnya (ini adalah foto ternarsis yang pernah saya ambil, serius!). Di lobby bioskop, seperti biasa banyak poster film-film coming soon, antara lain Cowboys and Aliens, The Hang Over Part II, Captain America, Johnny English Reborn, Cars, Conan The Adventure, dll. Jadi sedih, ingat kalau film-film ini belum tentu bisa kita saksikan di tanah air.
Harry Potter The Deathly Hallows Part II, menampilkan penggambaran pertempuran yang luar biasa di Hogwarts, membuat cerita perjuangan Harry dkk makin hidup. Tapi, film ini juga menghilangkan dan mengubah beberapa cerita (tidak signifikan). Contohnya, masa lalu Albus Dumbledore yang berteman dengan Grindelwald yang pemberontak, hingga kisah mereka yang berselisih dan pertarungan mereka berdua menyebabkan Ariana Dumbledore yaitu adik Albus meninggal dunia, tidak ditampilkan. Selain itu menyusupnya Harry ke Hogwarts untuk mencari Horcrux, yang dimulai di menara Ravenclaw dan berhadapan dengan Alecto Carrow, diubah menjadi Harry yang datang ditemani Neville Longbottom langsung ke ruang rekreasi Gryffindor dengan aman damai sentosa. Diadem Ravenclaw, jika di dalam buku dihancurkan oleh api kutukan Fiendfyre yang dibuat Crabbe, di film digambarkan dihancurkan oleh Harry sendiri. Tapi film ini secara garis besar memuaskan kok, apalagi memang sudah ditunggu-tunggu.
Kelar nonton HP, kami bertiga makan malam di Food Republic KL Pavilion, lalu jalan-jalan sepanjang Bukit Bintang sambil hunting Vincci yang lagi sale (maklum, cewek :p), sampai lihat-lihat durian di Jalan Alor (cukup jalan kaki lho. andalkan peta atau google map).
Besoknya, petualangan nonton film di negeri orang kembali dilanjutkan. Kali ini saya dan Trias berniat menonton Hang Over Part II. Lokasi yang dipilih adalah di GSC Berjaya Times Square, yang bisa dicapai dengan KL Monorail turun di stasiun Imbi. Di Berjaya Times Square ini ada juga yang namanya Times Square Theme Park. Bedanya dengan Fun World atau semacamnya di Jakarta, indoor theme park yang ini mengharuskan kita beli tiket terusan, alias tiketnya tidak diecer per satu wahana. Agak rugi deh, secara cuma di dalam gedung dan wahananya pun tidak banyak, tapi harga tiketnya adalah RM 49 (mahal!). Mending langsung pilih outdoor theme park-nya Genting ya (paket RM 47, include bus + skyway pp, tiket outdoor themepark dan lunch buffet segala) atau mending Dufan sekalian deh! :p
Tiket nonton di GSC Berjaya Times Square ini RM 11. Lucunya, kami beli tiket di lantai 10, tapi waktu menonton film tiba, anehnya pintu masuknya tidak dibuka juga. Setelah nanya, ternyata kami disuruh ke lantai 3, karena teaternya di situ. Di Jakarta nggak ada nih bioskop yang nggak di satu lantai. Mungkin teaternya kebanyakan kali ya, sampai teaternya mencar-mencar.
The Hang Over Part II. kocak mampus. must watch!
Hang Over sendiri filmnya kocak mampus, dari awal sampai akhir sukses bikin ngakak. Di film ini Stu akhirnya berencana menikah dengan Lauren yang orang Thailand, sehingga pernikahannya pun akan dilangsungkan di Thailand. Melihat lokasi resort yang jadi tempat menikah Stu dan Lauren, sepertinya di daerah Phang Nga, karena penuh bukit-bukit di tengah laut. Dari Amrik mereka terbang bareng Teddy, adik Lauren yang berumur 16 tahun tapi sudah menjadi mahasiswa Stanford—hingga menjadi kebanggaan ayah Lauren. Perlu diketahui, ayah Lauren yang ini tidak menyukai Stu dan tidak merestui pernikahan anaknya dengan Stu. Mulailah kekonyolan terjadi, karena Alan yang agak posesif dengan persahabatan mereka berempat, tidak suka jika Teddy bergabung. Dua malam sebelum pesta pernikahan dimulai, Stu, Alan, Phil, Doug dan Teddy membuat api unggun di pantai. Mereka saling berjanji hanya minum 1 botol bir dan membakar marsmallow, karena kuatir jika minum banyak kejadian di Las Vegas akan terulang. Tapi ketika bangun di pagi hari, Phil kaget karena menemukan dirinya dan teman-temannya berada di salah satu rumah susun kumuh di Bangkok, tanpa ingat apa yang terjadi tadi malam dan apa yang mereka lakukan sehingga bisa berada di Bangkok, bukannya di resort di Phang Nga. Yang terparah adalah mereka kehilangan Teddy, dan hanya menemukan potongan jari tangannya. Mulailah petualangan mereka yang seru bin konyol di Bangkok, ditemani Chow teman Alan yang buronan polisi di seluruh dunia, monyet penjual ganja, dan biksu bisu--untuk mencari Teddy. Sumpah konyol abis. Daripada spoiler, tonton aja sendiri ya. Syukur-syukur diputer di bioskop kita. Kalau nggak, beli aja DVD bajakan. Rasa bersalahnya sama aja kok. Nonton di bioskop artinya tidak peduli akan monopoli 21 dan 3 perusahaannya yang ngemplang pajak royalti, nonton DVD pun sama rusaknya :p
Rabu, 06 Juli 2011
ANDAI HARRY POTTER PAKAI simPATI --- > HARRY POTTER AND THE DEADLY HALLOWS PART II: WHEN THE POWER OF TWO WORLDS COMBINE
Harry, Ron dan Hermione sedang berdiskusi di puncak bukit Shell Cottage, kediaman Bill Weasley dan Fleur Delacour. Mereka butuh tempat tenang untuk membahas strategi mereka berikutnya dalam mencari Horcrux.
“Jadi saat ini 3 Horcrux sudah hancur. Buku Harian Tom Riddle, Cincin Marvolo Gaunt dan liontin Salazar Slytherin. Lalu dimana kita akan mencari sisa 4 Horcrux lainnya, Harry?” tanya Hermione.
“Ada 1 di Gringotts, di lemari besi Bellatrix Lestrange. Kalian lihat nggak, Bellatrix ketakutan banget di Malfoy Manor waktu itu, saat dia lihat pedang Gryffindor ada di tangan kita. Dia bilang Snape yang mengirimnya ke lemari besinya di Gringotts, tanpa ia tahu kalau itu palsu. Dia khawatir kita mengambil yang lainnya juga, ” kata Harry pada kedua temannya. Ron dan Hermione mengangguk-angguk, ingat kejadian itu.
“Pasti Voldemort menyimpan piala Hufflepuff di sana, aku yakin,” lanjut Harry. "Dan Horcrux lainnya yang aku tahu pastilah barang langka milik Ravenclaw. Tebakanku adalah diadem yang selalu ada di kepala Rowena Ravenclaw. Tau kan? Di setiap patung atau gambarnya yang ada di Hogwarts, dia pasti memakai diadem itu,” jelas Harry panjang lebar.
“Kita harus segera mencari Horcrux-Horcrux itu,” kata Ron geram.
“Harus!” Harry menanggapi sambil berdiri tiba-tiba, terlihat sangat emosi. “Aku tidak bisa melihat Voldemort menghabisi lebih banyak lagi orang-orang yang kusayangi. Sampai Hedwig pun menjadi korban,” Harry menunduk sedih, ingat burung hantunya yang mati terkena serangan waktu malam penjemputannya dari rumah Dursley ke The Burrow kala itu. “Aku harus menghancurkan Voldemort SESEGERA MUNGKIN!!!”
Ron menepuk bahunya menenangkan, “Sabar, Harry.”
“Kau tahu nggak, selama ini kita hanya mengandalkan sihir belaka,” Hermione menyela, ikutan berdiri mendekati Harry. “Tapi karena aku kelahiran Muggle, aku tahu banget ada teknologi Muggle yang bisa membantu kita. Jadi, kau bisa berkirim surat lewat teknologi itu, Harry, mesti Hedwig sudah tidak ada--dia pastilah sudah tenang di alam sana. Oh ya, ngomong-ngomong, teknologi ini namanya telepon dan internet.”
“TELEPON? INTERNET? Apaan tuh?!” Ron dan Harry teriak berbarengan, belum pernah mendengar kata-kata itu.
“Yuk, kita beli Blackberry. Kedua orang tuaku memakainya, dan benda itu kerennnnn banget! Ibuku sampai tak bisa melepaskannya sedetik pun,” seru Hermione agak hiperbolis.
Mereka bertiga pun diam-diam pergi ke Diagon Alley, tak lupa memakai Jubah Gaib karena saat ini Harry menjadi buronan nomor satu. Ternyata di pasar gelap Diagon Alley ada juga yang jualan Blackberry, lengkap dengan kartu providernya. Mereka sepakat memilih simPATI, karena direkomendasikan oleh nyokapnya Hermione. Katanya simPATI paling memuaskan dibanding yang lain dan sinyalnya paling okeeee..
Mereka sepakat memilih staterpack simPATI freedom, karena selain banyak bonusnya, dari namanya juga sesuai dengan misi mereka yang menginginkan kemenangan melawan Voldemort.
Di The Burrow, seluruh keluarga Weasley terpesona dengan Blackberry dan fitur-fiturnya yang luar biasa, mereka terbengong-bengong saat Hermione menunjukkan kehebatan Blackberry dan simPATI.
Hermione membuka GOOGLE MAP.
"Memang sih.... tapi ini HEBATTTTT!!" seru Arthur Weasley, takjub melihat Blackberry. “Bisa kirim pesan ke banyak orang seketika. Bisa buat nelpon, bisa SMS-an, bahkan benda ini menunjukkan kita dunia ketiga yang belum kita kenal, yaitu dunia MAYA! Aku akan memberi tahu teman-teman kita betapa hebatnya alat ini, agar semua penyihir memakainya juga!!”
Hermione melonjak kegirangan mendengarnya. "Yeah, jangan lupa bilang kalau semua penyihir harus pakai simPATI yaaa, jangan sampai pilih provider yang lain. Pokoknya nggak bakal nyesel deh pake simPATI!" komentarnya dengan semangat 45 ala murid Gryffindor.
Dalam waktu sekejap, seluruh penyihir terkena demam BB, karena sangat terkesan dengan teknologi Muggle yang satu itu. Belum juga satu hari, Harry sudah di-invite masuk BBM Group macem-macem.
Harry pun langsung membuat akun facebook dan twitter, dan tanggapannya luar biasa. Banyak sekali dukungan yang dia terima, sehingga dia semakin yakin dia akan mampu mengalahkan Voldemort.
Berkat GOOGLE MAP, Harry, Ron dan Hermione mencapai Gringotts dalam waktu singkat tanpa nyasar-nyasar. Piala Hupplepuff pun ditemukan. Mereka segera beranjak menuju Hogwarts untuk mencari diadem Ravenclaw, Horcrux berikutnya.
Mereka harus berhati-hati masuk ke Hogwarts, agar tidak ketahuan para Dementor dan Pelahap Maut yang berjaga di sekelilingnya. Berkat bantuan Aberforth Dumbledore, mereka bisa masuk ke Hogwarts tanpa ketahuan, yaitu melalui lukisan Ariana di lantai atas Hog's Head.
Di dalam Hogwarts, Hermione mengaktifkan TELKOMSEL LACAK, salah satu fitur hebat dari simPATI. Caranya tuh tinggal ketik REG spasi LACAK, kirim ke 2555.
“Woww, kerennnnn... ini mirip Peta Perampok!!!” seru Ron terpesona saat melihat Telkomsel Lacak. "Aku kagum sekali dengan teknologi Muggle ini, ternyata mereka luar biasa pintar. Kau contohnya Hermione, bahkan kau lebih hebat lagi--karena kau penyihir," puji Ron.
"Oh, diamlah," jawab Hermione tersipu malu. Karena berhasil menghindari orang-orang yang tidak diinginkan berkat bantuan Telkomsel Lacak, mereka pun dengan cepat bisa menemukan diadem Ravenclaw.
Voldemort akhirnya mendengar bahwa Harry dkk sedang mencari Horcrux dan desas-desus bahwa kubu Harry menggunakan teknologi telepon dan internet untuk melawannya.
Dia memerintahkan Lucius Malfoy untuk membelikannya Blackberry juga.
“Bagaimana cara menggunakan alat ini??!!” seru Voldemort pada anak buahnya sambil memegang Blackberry di tangannya. Tidak satu pun yang tahu caranya, sampai Voldemort murka. Akhirnya dia mengutak-atiknya sendiri sampai kepalanya pusing dan hidungnya terlihat makin RATA. Bukan apa-apa, karena pelit, Lucius memilih provider dengan biaya langganan BB bulanan termurah hingga sinyalnya kacrut abis dan LOLAAAA... jadi Voldemort geregetan sendiri.
Harry yang mendengar kabar Voldemort menggunakan Blackberry, membiarkan pikirannya terbuka hingga dia masuk ke pikiran musuhnya itu dan mencatat nomor hape Voldemort. Dia pun mengirim SMS Alay simPATI pada musuhnya itu. Cara ngirim SMS Alay ini tinggal tambahkan angka 2 di nomor yang dituju.
"Apa maksudnya tulisan iniiiiii?? Apa ini jenis Rune baru? Terjemahkan untukku!" Voldemort makin murka, menyerahkan BB-nya pada Bellatrix.
Bellatrix tergopoh-gopoh mengambil BB itu. “Baik Yang Mulia...,” katanya dengan takut. Padahal ia sendiri bingung bagaimana membaca SMS Alay itu. Alhasil Bellatrix kena damprat lagi oleh Voldemort. Saking frustasi-nya, ini balasan dari Voldemort, yang bikin Harry, Ron dan Hermione ngakak abisss.
Berkat dukungan luar biasa teman-temannya dan teknologi Muggle yang didukung oleh simPATI, Harry menemukan saat browsing bahwa Horcrux terakhir adalah Nagini, ular raksasa kepunyaan Voldemort dan dirinya sendiri. Tapi berkat rajin browsing, tentunya dengan kecepatan tinggi dari simPATI, Harry paham Tongkat Sihir Elder yang dimiliki Voldemort sebenarnya adalah miliknya, sehingga dia tidak khawatir tongkat itu akan melukainya.
Duel maut pun tak terhindarkan. Neville membunuh Nagini, dan Harry pun menang, karena Kutukan-Tak-Termaafkan dari Voldemort berbalik mengenai penyihir jahat itu dan membunuhnya.
Dunia pun aman sentosa setelahnya, berkat HARRY POTTER dan tak lupa, jasa simPATI yang luar biasa. Kementrian Sihir pun terbebas dari kehadiran Pelahap Maut, hingga Menteri Sihir memanggil Rita Skeeter untuk menulis tentang kehebatan simPATI , sebagai kekuatan baru yang dicintai para penyihir.
Akibatnya, sekarang ini para penyihir tidak lagi membatasi diri dari teknologi dunia Muggle. Karena sudah terbukti, bersatunya kekuatan dua dunia -dunia sihir dan dunia Muggle-berhasil membantu Harry Potter mengalahkan musuh abadi mereka, Lord Voldemort.
THE END
Kamis, 23 Juni 2011
BOOK REVIEW : Blue Bloods - Melissa de la Cruz
Setelah Twilight Saga booming, buku-buku sejenis yang menceritakan kehidupan vampir pun bermunculan, dengan harapan bisa menyusul sukses Twilight. Sejauh ini buku tentang vampir yang agak lumayan plot ceritanya menurut saya adalah serial Vampire Academy dan Blue Bloods. Bukan berarti saya hobi baca buku yang bertema vampir—agak bosan dengan vampir malah—tapi ada teman yang hobi beli buku jenis ini, dan tak ada salahnya ikutan baca. Lucunya buku-buku vampir yang terbit setelah Twilight, seperti berusaha keras menciptakan klan vampir yang berbeda-beda—namun kreatif—agar bisa unggul dan menarik pembaca. Malah beberapa konflik dan plotnya jauh lebih bagus dibanding Twilight, yang bisa dibilang bacaan ringan. Tapi jangan terjebak dengan resensi menarik yang ada di bagian cover belakang buku, seperti pada buku When Darkness Comes karya Alexandra Ivy. Setelah membaca buku yang saya sebutkan terakhir, ternyata isinya tidak lebih seperti Harlequin versi vampir, dengan tokoh vampir yang sangat dibuat-buat kesempurnaannya (Viper dan Dante).
Blue Bloods karya Melissa de la Cruz, menceritakan tentang Schuyler Van Alen, gadis 15 tahun yang bersekolah di Duchesne High School, sekolah yang sangat prestisius di New York, dengan sebagian besar murid berasal dari keluarga konglomerat di kota itu. Tapi Schuyler tidak pernah merasa cocok berada di Duchesne, karena meski di masa lalu keluarga Van Alen adalah keluarga terpandang dan kaya, mereka mengalami kemunduran dalam strata sosial dan bisa dibilang bangkrut. Schuyler tidak pernah mengenal ayahnya yang sudah meninggal sejak ia lahir. Ibunya sendiri bertahun-tahun tertidur dalam koma di rumah sakit, sehingga Schuyler hanya mengenal neneknya, Cordelia. Mereka berdua adalah yang tersisa dari generasi Van Alen.
Konflik dimulai saat salah satu murid Duschene meninggal dengan dugaan overdosis, namun Jack Force—cowok populer di sekolah itu yang ditaksir Schuyler—mengatakan padanya bahwa kematian Aggie Carondolet disebabkan karena dia dibunuh. Kebingungan Schuyler bertambah karena ia diundang untuk bergabung dengan Komite, sebuah komunitas elit yang bernama resmi Komite Bank Darah New York. Komite sebenarnya adalah komunitas untuk para Darah Biru—sebutan untuk vampir yang menyaru sebagai kaum elite kota New York—dan Schuyler pun sadar kalau dirinya adalah vampir.
Penyelidikan Schuyler dan sahabatnya Oliver Hazard Perry sampai pada dugaan bahwa penyebab kematian misterius Aggie adalah Croatan/Darah Perak. Berbeda dengan Darah Biru yang meminum Darah Merah/manusia, Darah Perak adalah Lucifer dan pengikut setianya yang menemukan pengetahuan bahwa dengan meminum darah vampir lain dan bukannya manusia, bisa membuat mereka makin kuat dan tak terkalahkan. Keberadaan Darah Perak terakhir muncul di tahun terakhir Kekaisaran Roma, tapi kematian-kematian misterius Darah Biru di masa kini membangkitkan kecurigaan bahwa para Darah Perak sudah kembali. Nenek Schuyler, Cordelia, pun meyakini hal tersebut. Dia juga memberitahu Schuyler bahwa Komite percaya Darah Perak sudah tamat, bahkan menghapus catatan-catatan resmi tentang Darah Perak dari sejarah. Komite menyangkal penyebab pembunuhan misterius Darah Biru adalah Darah Perak.
Namun menyadari bahaya yang mengintai dirinya dan para Darah Biru lain, Schuyler berjuang untuk mencari tahu tentang Darah Perak dan cara mengalahkan mereka, meskipun hal ini ditentang Komite. Satu-satunya orang yang mengetahui cara mengalahkan Darah Perak adalah Lawrence Van Alen, kakek Schuyler, yang bahkan tidak pernah Schuyler tahu keberadaannya. Setelah kematian Cordelia yang diserang oleh Darah Perak, Schuyler pun mencari kakeknya di Venesia (cerita Venesia ini ada di buku kedua Blue Bloods, yaitu Masquerade—sudah terbit juga).
Berhasilkan Schuyler meyakinkan orang-orang terdekatnya bahwa Darah Perak sudah kembali? Bagaimana cara Schuyler dan Darah Biru lain melindungi diri mereka dari serangan Darah Perak, apabila Komite sendiri tidak pernah memberi tahu apa kemampuan khusus mereka sebagai vampir, apalagi cara bertarung?
Jika membaca resensi diatas dan berpendapat bahwa Blue Bloods buku yang sangat gelap dan serius, salah besar. Buku ini enak dibaca, dengan penggambaran gemerlap kota New York yang sempurna. Membaca buku ini seperti menonton Gossip Girl, penuh dengan referensi fashion dari perancang terkenal dan tempat-tempat prestius di Manhattan. Kisahnya pun tidak berkisar seputar kehidupan Schuyler Van Alen saja, tapi dengan penulisan point of view orang ketiga, kita diajak mengenal karakter-karakter lain yang berhubungan dengan hidup Schuyler. Ada bumbu cinta, persahabatan, dan persaingan ala remaja NYC yang seru. Konflik masa lalu masing-masing orangtua mereka juga menarik untuk dibaca. Agar lebih dramatis, Melissa de la Cruz pun mengaitkan sejarah nyata Koloni Yang Hilang Roanoke di tahun 1590, sebagai pembantaian yang dilakukan oleh Darah Perak (peninggalan satu-satunya koloni ini adalah satu tonggak bertuliskan Croatan--dipakai sebagai nama lain Darah Perak). Sangat kreatif.
Membaca buku ini rasanya seperti membaca buku sejarah sekaligus majalah fashion n lifestyle. Lumayan lah buat dibaca di waktu senggang, meski tidak semencengangkan buku YA fantasi favorit saya, Mortal Instruments dari Cassandra Clare J