Puisi Gita Nuari
RENCANA
sudah kau semir sepatumu. tapi diluar
hujan akan melunturkan semua lapisan semu
kenapa harus ketemu jam 9 pagi? bukankah
lebih baik jam segitu ada dibalik meja kerja
merenungkan masa depan yang monoton
lalu merubahnya dengan menu kerja
yang lebih baik. lalu kita berdemo
di sepanjang kota, menyumbat perekonomian
para pelipat nasib kita?
anak-anak kita rajin mengacungkan tangan
di kelas, menuding gurunya malas tersenyum
mereka merasa kepalanya dijejali tumpukan cita-cita
sebuah masa depan yang belum jelas, bisa
terbang seperti pesawat. ah, anak-anak kita
adalah simbol kehidupan. akar rumah tangga
yang spesifik. kenapa harus kita kenakan
mereka baju perang di dalam rumah?
Depok, 2010
RUMPUT
rumput-rumput setiap hari menyimpan
jejak orang yang menginjaknya. hujan
hanya membasuh, tak bisa mengasuh
maka ketika kita butuh sinar surya,
rumput-rumput menyulapnya jadi duri
dipunggung dan dikaki kita
seseorang menulis namanya di batu
berharap ada yang mengenalinya sebagai
pejantan yang tak pernah kalah. tetapi
di dalam saku hatimu, pejantan itu, tak lebih
hanya sebuah kepompong
yang tak punya ruang
Depok, 2010
TAMAN
di taman ini burung-burung bersayap besi
bunga-bunga membusuk di tong sampah
ada jejak berdarah di dalam tas, aromanya
menyebar di seantero jamban. cinta lumpuh
digerus kegelapan sepanjang tahun
ada rindu mengering di ujung jembatan
orang-orang saling bertepuk tangan
orang-orang saling mengucap salam
tapi dimatamu, lagi-lagi matahari meledak, jadi
serpihan yang mengganggu langkah menuju peradaban.
Depok, 2010
KABAR
kabarmu sekarang ada di benua biru
tiap pagi kotamu diguyur badai salju
burung-burung sangat malas berkicau
cuaca mengukung dan mengurung
kau sendiri merasa hidup dalam tempurung
dari jendela kau hanya bisa melihat
duniamu hilang warna, memutih seperti
timbunan kapas. kulitmu bersisik karena
dingin yang menggigit. ingatkan bahwa
di lembang aku juga merasakan hatimu?
indonesia negeri kita, tanah air moyang
kita. seburuk apapun negeri ini, aku akan
beranak pinak di sini. menuai kehidupan
dengan kepala tegak. merajut mimpi-mimpi
dengan cahaya keyakinan dan kepercayaan.
Depok, 2010
KAKU
diterik paling rawan, aku dingin melihatmu
membiarkanmu jadi bulan-bulanan waktu
tak ada jembatan kau langkahi, tak ada
bukit terjal kau tapaki. hidupmu layaknya
kayu yang dimakan rayap. pohon yang
meranggas dimamah cuaca. kakimu selalu
terbenam di lumpur paling kental, tanganmu
diborgol kerangkeng kehidupan. ada api
tapi kau tak membakarnya, ada arus
tapi kau tak mengayuhnya ke arah yang benar
dunia apa yang sedang kau bangun, saudaraku?
kau lihat, laut kian mengecilkan daratan!
Depok, 2010